SEBUAH
KEMBALI YANG MENYAKITKAN
YESUS DI TOLAK DI DAERAH ASALNYA
Yer.
26:1-9; Mzm. 69:5,8-10,14; Mat. 13:54-58.
Syarat yang
anda pakai untuk memilih pasangan hidup itu apa sih?(cantik, ganteng? Bisa main
musik? Kaya?) Syarat pertama dan paling utama memilih suami adalah: dia harus
laki laki.
Orang jawa kalau menilai orang (apalagi mencari menantu) biasanya akan menakar seseorang itu dari bibit (garis keturunan. Orang harus jelas seperti apa latar belakangnya; keluarganya dan siapa yang mendidiknya) bebet (cara seseorang berpakaian; karena cara berpakaian menunjukkan status sosial seseorang) dan bobot (kualitas pribadi lahir maupun batin; kecakapan, kebijaksanaan, tanggungjawab, dan perilakunya).
Hari ini
Yesus kembali ke tempat asalnya (Yerusalem). Orang orang meragukan dan
mempertanyakan kuasa yang ia peroleh berdasarkan latar belakangnya. Keraguan
atas nama latar belakang ini adalah sebuah penolakan yang tidak hanya
menjatuhkan diriNya, tetapi juga keluarganya yang tinggal di daerah itu. Coba
saja jika Yesus bukan anak seorang tukang kayu; Ia adalah seorang anak pesohor
di daerah itu, kaya dan terkenal. Apalagi kalau Ia dididik oleh penatua hebat,
dan ahli taurat terkemuka. Ketika kembali ke tempat asal, Ia pasti akan dipuja
dan dihormati. Predikat anak tukang kayu ini pun adalah sebuah “kelemahan” yang
dimiliki Yesus. Kemudian dijadikan olokan orang yang menolaknya.
Pesan yang
disampaikan jelas: “don’t judge the book by it’s cover.” Jangan menilai seseorang/suatu
hal dari sisi luar dan apa yang terlihat mata. Sebab seekor ulat yang paling
menjijikan sekalipun justru akan menjadi seekor kupu kupu yang paling indah.
Lalu
apa/bagaimana kita menilai seseorang? apakah dari kebaikannya? Bukan. Melainkan
dari kebenaran yang dikatakan dan kebenaran dilakukannya. Orang yang baik
belum tentu benar. Bisa saja seorang itu baik kepada kita karena menginginkan
sesuatu dari kita. Banyak orang yang baik kepada kita (ngasih duit) tapi ingin
agar kita nyoblos dia waktu pemilu.
Banyak
orang, pada masa ini, tidak meyukai kebenaran. Mengapa? Karena realitas
kebenaran itu seringkali menyakitkan. Ketika seseorang mengatakan kepada saya,
kamu itu: gendut, pendek, keriting, mudah marah. Rasanya itu... sakit. Sakitnya
tuh di sini. Memang saya gendut. Saya gendut bukan karena saya suka makan. Tapi
karena saya sering lupa kalau saya sudah makan.
Bahkan sejak
dulu, orang tidak menyukai kebenaran. Mengapa? Karena kebenaran itu
menyakitkan! Dalam bacaan pertama tadi nabi Yeremia harus mengatakan kebenaran
yang disampaikan Allah kepadanya. Ia harus menyampaikan kebenaran itu di hadapan
orang orang Yehuda (malah dikatakan: Jangan kau kurangi sepatah katapun!) jangan diperhalus! : “kalo kau dak galak bertobat, Kau nak dijadike kutuk ye! Siapa yang
nggak marah coba? Mereka pun marah karena Yeremia mengatakan kebenaran. Lalu
apa yang terjadi? Mereka menangkap Yeremia dan mengatakan : You harus mati!
Seringkali
manusia menjadi bisu ketika harus mengatakan kebenaran, menjadi tuli ketika
harus mendengarkannya, menjadi buta ketika harus melihatnya, bahkan sampai mati
rasa ketika harus mencecapnya. Tapi sadarkah kita bahwa suara kebenaran itu
adalah suara Allah, dan wujud dari kebenaran sejati itu adalah pribadi Allah
sendiri?
Semoga kita
semakin mencintai kebenaran, mencintai Allah sendiri dalam hidup kita. Bukan
justru menolaknya.
0 Comment:
Post a Comment