DEHONIAN

SACRED, INTELLIGENCE AND APOSTOLATE

Kerinduan Malam Menyambut Cinta (Seutas kisah dari rumah cinta)

       Seutas kisah seorang anak dari rumah cinta....


      Pada suatu malam yang diterangi sinar bulan dan bintang-bintang menghiasi angkasa, aku duduk termenung di teras rumah sembari mendengarkan pak Markus bernyanyi diiringi alunan gitarnya yang merdu. Dia cukup lihai juga memainkan melodi-melodi indah dari sebuah lagu yang dinyanyikan Nikita; Di Doa Ibuku Namaku Disebut. Aku tak tahu apa yang sedang dipikirkannya dengan lagu itu. Mungkin dia ingat kedua orangtuanya yang juga meninggalkannya sejak kecil, mungkin juga dia sedang gembira karena dia akan tampil dalam sebuah acara yang digelar di aula sekolah kami.
       Saat itu yang ada di benak dan pikiranku adalah kedua orangtuaku. Aku sedang membayangkan bagaimana kedua orangtuaku duduk bersama denganku. Bapak di sebelah kanan dan Ibuku di sebelah kiri. Pikirku merajuk membayangkan mereka sedang asyik membicarakan tentang rumah dan ladang mereka yang akan dijual. Mereka kemudian memelukku dan mencium keningku karena mungkin kami tidak akan mempunyai tempat tinggal lagi. Namun mereka tetap mencintaiku, dan mereka berjanji untuk tidak meninggalkanku sampai kapanpun. Ah, aku tersadar khayalanku sudah mulai jauh mengatasi kenyataanku saat ini. 
   Memang indah mempunyi orangtua yang sangat mencintai anak-anak mereka dan tidak meninggalkan anak mereka meskipun badai dan topan menimpa bahtera keluarga. Orangtua yang selalu ada dalam benakku adalah orangtua yang sangat mencintai anak-anak mereka. Orangtua adalah tempat bersandar bagi anak-anak yang sedang sedih, orangtua selalu ada ketika anak-anak mereka membutuhkan. Namun bagiku itu hanyalah mimpi, ya, hanyalah mimpi belaka. 
     Kini aku ada dimana diriku berada. Aku tinggal bersama dengan orang lain yang bukan sipa-siapaku. Lantas, kemana kedua orangtuaku selama ini? Malam ini semakin larut, dan aku terus menunggu mereka, aku terus menantikan kedatangan mereka. Namun mengapa mereka tak juga kunjung datang? Kemana perginya mereka? Jauhkah mereka dariku? Setiap malam aku selalu membayangkan bahwa besok pagi mereka akan datang menjengukku di sini dan membawaku pulang ke rumah kami. Walaupun sebenarnya aku tahu bahwa besok pagi, dan sampai besok paginya lagi mereka takkan pernah datang membawaku pulang ke rumah mereka.
       “Sekarang dia telah pergi, ke rumah yang tenang. Namun kasihnya padaku selalu kukenang…”. Ah! Aku terhenyak mendengar alunan syair yang dinyanyikan pak Markus. Adakah memang ibuku benar-benar telah pergi meninggalkan diriku sendiri di sini? Sekilas pikirku menarik membawaku pada orang-orang yang sedang menangisi kepergian orangtua mereka. Setiap anak pasti menangis apabila orangtua mereka meninggal. Tapi bagiku, kedua orangtuaku telah meninggalkan aku tanpa kuketahui kapan saat dan dimana tempatnya. Kami telah lama berpisah, lama sekali. Sekarang yang kupunya hanyalah Ibu suster, para perawat dan guru-guru yang senantiasa menemaniku dalam perjuanganku selanjutnya. Lebih dari itu semua, harapan dan satu-satunya tempat kuberpijak adalah Yesus sendiri. Yesus seperti yang dikatakan para Romo dalam misa. Yesuslah jalan dan tujuanku, Dialah satu-satunya yang kupunya dan akan menemaniku sampai kapanpun. Bahkan malam ini dalam kesendirian hatiku aku tetap yakin bahwa Dia ada di sampingku mendengarkan jeritan-jeritan hati dan pergulatan perasaanku.
       Sajak lagu yang dinyanyikan pak Markus mengalun dan semakin membawa lamunanku menjauh. Malam ini pun semakin larut, hatiku sudah tenang. Aku semakin merasakan dekatnya Yesus dalam hatiku yang membuat diriku semakin damai. Malam seperti inilah yang membuatku merasa nyaman dan tenang. Entah mengapa, setiap aku memikirkan dan membayangkan bagaimana kedua orangtuaku meninggalkan aku, rasanya aku ingin memberontak terhadap diriku sendiri. Namun ketika bayangan Yesus yang setia menemaniku terlintas dalam benakku, aku menjadi tenang, dan bahkan ketenangan jiwa dan hatiku pun lebih dari kedamaian ketika aku dicintai orang-orang yang memperhatikan hidupku, ketika Yesus mencintaiku. 

Share on Google Plus

About Heinscj

0 Comment:

Post a Comment