SITUASI PAROKI
Pada 27 Desember 1923 daerah misi Sumatera Selatan dipisahkan dari Prefektur Apostolik Sumatera, yang sejak awal dinamakan Prefektur Apostolik Padang. Daerah itu diberi nama Prefektur Apostolik Bengkulu. Tanjungsakti yang pada waktu itu termasuk wilayah Bengkulu dijadikan pos utama. Mgr. H.L. Smeets, yang telah lima tahun lamanya bekerja di Konggo (Zaire) diangkat menjadi Prefek Apostolik, sedangkan untuk jabatan kepala misi diserahkan pada Pastor H.J.D. Van Ort SCJ. Para misionaris di bawah pimpinan pastor van Ort menjelajah seluruh daerah mencari kemungkinan yang bisa dikerjakan. Dalam pengamatan mereka, kota Palembang menjadi tempat yang strategis untuk menjadi pos utama, sebab kota ini merupakan kota terbesar dan terpenting di seluruh Sumatera Selatan.
Sejak hari raya Paskah 1925, Palembang menjadi pos tetap kegiatan para misionaris, meskipun Tanjung Sakti tetap menjadi pos utama. Pos ini didirikan berkat jasa para pater kapusin beberapa tahun sebelumnya. Sebagai pos di Palembang dipilih dua daerah yaitu Talang Jawa sekarang jalan Kolonel Atmo dihuni orang Tionghoa dan Talang Semut dihuni orang-orang Eropa. Saat itu di Palembang kira-kira baru ada 200 orang Katolik. Rumah yang dibeli menjadi tempai ibadat.
Sekitar tahun 1930an di Palembang terdapat 16.000 orang Tionghoa, kebanyakan orang Tionghoa totok. Pastor van Gisbergen SCJ yang tiba di Palembang September 1933 bersama adiknya Br. Odolphus SCJ dari Nederland, dikirim ke Tiongkok tahun 1934 untuk belajar bahasa Tionghoa, dan dipilihnya bahasa Hokkian, sebab orang Tionghoa di Palembang berasal dari propinsi yang berbahasa Hokkian. Setahun belajar di Tiongkok, beliau kembali ke Palembang. Dan ternyata orang Tionghoa yang masuk Katolik bukan berbahasa Hokkian tapi Kanton. Beliau tidak putus asa bahkan dengan penuh semangat belajar bahasa Kanton. Sejak dimulainya misi di antara orang-orang Tionghoa ada perayaan ekaristi dalam bahasa Mandarin.
SITUASI DAERAH
Letak Geografis
Wilayah Paroki Hati Kudus Palembang meliputi bagian hilir jembatan Ampera (sungai Musi), sepanjang sungai Musi lurus sampai Jln. Perintis Kemerdekaan (sebelah kiri pelabuhan Bom Baru). Kemudian sepanjang jalan Veteran kiri sampai simpang Rajawali, masuk ke lorong Lingkis sampai ke Jln. Sudirman, masuk belakang Cinde, rumah susun lurus sampai Jln. Suak Bato sebelah kiri, keluar ke Jln. Merdeka, segaris lurus hingga jembatan sungai Sekanak (sebelah kiri). Kemudian belok kiri ke pinggiran sungai Musi hingga kembali ke Jembatan Ampera. Batas wilayah Paroki Hati Kudus Palembang; sebelah timur berbatasan dengan Paroki Sanfrades (Santo Fransiskus de Sales). Sebelah barat berbatasan dengan Paroki Katedral Santa Maria, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Paroki Ratu Rosari (Seberang Ulu), dan sebelah utara berbatasan dengan Paroki Santo Yoseph.
Paroki Hati Kudus Palembang terletak di pusat kota Palembang, tepatnya di Jalan Kolonel Atmo 132 yang merupakan jalan Protokol kota Palembang. Tepat di belakang Gereja Paroki terdapat Sekolah SMP dan SMA Xaverius 6 Palembang. Di sekitar Gereja Paroki terdapat banyak pusat-pusat perbelanjaan; ruko dan supermarket. Hal ini memungkinkan bagi banyak umat Katolik untuk dapat dengan mudah mengakses paroki ini. Sebab selain letaknya yang strategis, di sekitar Gereja hati Kudus menjadi pusat ekonomi perdagangan yang sangat besar. Akibatnya, banyak umat yang datang untuk merayakan perayaan Ekaristi di Hati Kudus. Apalagi pada hari minggu, dimana banyak orang dari paroki lain yang ingin ke pergi Gereja sekaligus berakhir pekan dengan berbelanja atau sekedar sight seeing (melihat-lihat) dapat datang untuk merayakan Ekaristi di paroki ini, dan setelah misa dapat langsung pergi berbelanja di sekitar Paroki.
Kependudukan
Mayoritas umat di Paroki Hati Kudus Palembang berasal dari etnis Tionghoa (98%). Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila tradisi dan budaya Tiongkok sangat kental di paroki ini. Tradisi tersebut mendarat dalam kehidupan sehari-hari umat Paroki Hati Kudus, misalnya dalam berpakaian; pada saat ada salah satu umat yang meninggal, umat lain tidak akan datang untuk melayat dengan menggunakan baju berwarna merah.
Ekonomi
Apabila ditilik dari sisi ekonomi, umat Paroki Hati Kudus Palembang rata-rata masuk dalam kategori kelas menengah, dan beberapa tergolong sebagai kelas atas yang berpenghasilan diatas rata-rata. Akan tetapi masih terdapat pula warga Paroki Hati Kudus yang masuk dalam kategori miskin. Terdapat sebuah perspektif atau anggapan umum bahwa orang ‘tionghoa’ adalah orang kaya. Akan tetapi anggapan ini tidak dapat begitu saja diafirmasi. Memang secara geografis dan letak, Paroki Hati Kudus terletak di pusat kota dan di sinilah pusat ekonomi perdagangan kota Palembang berlangsung. Akan tetapi hal ini tentu tidak dapat menjamin bahwa mayoritas warga paroki Hati Kudus adalah orang-orang kaya.
Ada sebagian umat yang memang tidak berpenghasilan sesuai dengan standar dan upah minimum kota Palembang. Umat Paroki Hati Kudus yang berpenghasilan dibawah rata-rata, tinggal di rumah-rumah susun maupun di perumahan kolong/kumuh. Tidak banyak dari antara mereka yang memiliki rumah sendiri lengkap dengan sertifikatnya. Kalaupun ada sertifikat tanah dan rumah, rata-rata hanyalah Hak Guna Bangunan (HGB) yang berjangka waktu sekitar 25 tahun.
Sebagian besar umat paroki Hati Kudus mengembangkan usaha dalam bidang perdagangan. Mereka memajukan usaha mereka dengan membuka ruko (rumah dan sekaligus sebagai toko) sebagai tempat berjualan. Ada umat yang berjualan di sekitar pasar 16 ilir, dan ada pula umat yang mengembangkan usaha dagangnya di rumah mereka masing-masing.
Budaya dan Religiusitas
Mayoritas umat yang berdomisili di Paroki Hati Kudus Palembang berasal dari etnis Tionghoa/Tiongkok. Oleh karena itu bukan suatu hal yang mengherankan apabila budaya Tiongkok sangat kental dihidupi oleh umat di sini. Misalnya dalam perhitungan keberuntungan (hong sui/feng sui); adanya penghormatan kepada arwah para leluhur (Hu) di rumah-rumah, dan tradisi untuk merayakan tahun baru Tiongkok (Sincia). Disamping itu, penggunaan bahasa mandarin juga masih sangat kental dalam kehidupan sehari-hari umat, kendati bahasa mandarin yang digunakan sudah lagi tidak sesuai dengan ejaan dan pengucapan yang orisinil, karena mayoritas umat tionghoa telah bersinggungan secara langsung dengan budaya masyarakat setempat yaitu tradisi masyarakat Sumatera Selatan.
Tradisi lain yang amat kental dalam kehidupan bermasyarakat dan menggereja di paroki ini antara lain penggunaan benang merah, penggunaan hio dalam upacara, tidak mengenakan pakaian merah selama masa perkabungan, penghitungan letak penguburan dan juga tradisi membakar orang yang sudah meninggal (kremasi).
Dalam Gereja, secara khusus di paroki Hati Kudus, bahasa mandarin juga digunakan pada perayaan Ekaristi. Kendati tidak sepenuhnya menggunakan bahasa mandarin, akan tetapi bahasa mandarin sudah masuk dalam inkulturasi di paroki Hati Kudus ini. Ada satu hal yang menarik menurut saya, bahwa pada saat salam damai dalam Misa Mandarin, umat saling berhadapan dan membungkuk hormat satu sama lain. Homogenitas umat yang ada di paroki ini tentunya member dorongan tersendiri bagi umat paroki Hati Kudus untuk menjaga tradisi Tionghoa dalam kehidupan bermasyarakat maupun menggereja.
Politik/Keamanan
Sebagian besar wilayah Paroki Hati Kudus terletak di daerah kota madya Palembang. Apabila dilihat dari sudut politik dan keamanannya, memang tidak terlalu banyak tindak criminal yang pernah terjadi. Akan tetapi toh masih ada beberapa tempat yang ‘kurang aman’ dan sering terjadi penjambretan. Itupun termasuk karena factor kekurang hati-hatian umat serta mungkin terlalu glamour pada saat bepergian. Maka tidak mengherankan apabila mereka menjadi incaran penjambret.
0 Comment:
Post a Comment