DEHONIAN

SACRED, INTELLIGENCE AND APOSTOLATE

KEBEBASAN SEBAGAI JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN


 
I.    Pendahuluan

   Kebahagiaan merupakan tujuan hidup manusia. Manusia selalu merindukan dan menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Dengan berbagai macam cara, manusia berjuang untuk bisa mencapai kebahagiaan. Misalnya, orang berusaha menghindar dari sakit, kemiskinan, pertengkaran, agar ia terbebas dari penderitaan. Namun setelah ia mengalami semuanya itu, kerinduannya untuk sungguh bahagia, belum tercapai juga. Sebaliknya, ada orang yang tak bersalah dijebloskan ke dalam penjara. Tubuhnya terkurung dan menjadi tidak bebas. Namun ia justru merasa bahagia, yaitu ketika Ia mengampuni dan mendoakan orang yang telah memfitnahnya, serta dengan sabar menjalani kehidupannya. Dari dua fenomena itu, setidaknya memunculkan dua  persoalan, yaitu mengenai kebebasan dan kebahagiaan. Apa itu kebebasan dan kebahagiaan manusia? bagaimana agar manusia sampai pada kebahagiaan sejati?

II.    Kebebasan dan Kebahagiaan

Kebebasan sering disamakan dengan bebas untuk memilih, tidak terikat pada peraturan atau tempat, terbebas dari derita, dll. Namun  ternyata bukan itu yang dimaksud dengan Kebebasan Sejati. Inti dan hakikat kebebasan adalah kemampuan untuk mewujudkan diri (self determination)[1]. Kebebasan sejati itu bersifat Ilahi, yang merupakan kemampuan rohani yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang berakal budi. Kebebasan menjadi bermakna di dalam pilihan-pilihan dan tindakan-tindakan nyata. Ketika orang sedang memilih memperjuangkan kebaikan, kebijaksanaan, keadilan kebenaran berdasarkan cinta, berarti ia sedang menggunakan kebebasannya. Sebaliknya, ketika orang hidup dalam keegoisan, kekerasan atau malah tidak berbuat apa-apa, ia sedang membelenggu dirinya sendiri dan tidak memiliki kebebasan sejati.
Manusia sebagai makhluk yang memiliki kebebasan selalu ingin hidup bahagia. Kebahagiaan itu merupakan sesuatu yang eksistensial dalam hidup manusia yang bersifat subyektif dan obyektif. Subyektif berarti bahwa kebahagiaan itu sendiri merupakan pengalaman yang terjadi ketika seseorang dapat mencapai perwujudan diri sebagai pribadi yang menghidupi dan memperjuangkan nilai-nilai tertinggi dari hidupnya. Sedangkan Obyektif berarti hidup yang bermutu dan bernilai yang dibimbing oleh akal budi dan bukan perasaan senang saja. Menurut Aristoteles, puncak kebahagiaan yang juga disebut sebagai eudaimonia dialami ketika orang mengalami suasana kepenuhan dan tidak memerlukan hal-hal lain dari luar dirinya[2]

III.     Kebebasan Sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan
Untuk menemukan dirinya, manusia harus mengarahkan hidup ke jalan kebahagiaan yaitu hidup menurut terang akal budinya. Hidup menurut terang akal budi berarti hidup yang dimotivasi oleh keutamaan cinta; memperjuangkan kebaikan dan kebenaran dalam hidup secara konsisten sehingga menjadi  sebuah habitus yang baik. Untuk sampai pada taraf atau tingkat itu, manusia diandaikan mampu menggunakan kebebasan yang ada dalam dirinya, yang merupakan kekuatan roh. Karenanya, manusia mampu mengarahkan diri pada keutamaan dan hal-hal yang saleh secara bebas.
Kemampuan dalam menggunakan kebebasan itu tampak dalam pilihan-pilihan dan tindakan-tindakan nyata. Jika dalam kenyataan manusia secara bebas memilih dan bertindak sesuai dengan akal budi, maka ia akan sampai pada kebahagiaan yang sejati, yaitu terintegrasinya segala sesuatu dengan sempurna (status bonorum omnium congregatione perfecta)[3]. Sebaliknya manusia hanya sampai pada kebahagiaan semu ketika ia tidak mampu mengungkapkan dirinya. Dengan demikian, kebebasan yang merupakan kemampuan untuk mewujudkan diri sebagai manusia yang utuh, sangat menentukan apakah manusia akan bahagia atau tidak.

IV.    Penutup

Manusia sebagai makhluk yang berakal budi, ia memiliki kemampuan untuk mewujudkan diri (self determination), yang juga disebut dengan kebebasan. Kemampuan itu terealisasikan dalam pilihan-pilihan dan tindakan nyata dalam hidupnya. Sebagai makhluk yang mempunyai akal budi dan kebebasan pula, manusia senantiasa merindukan kebahagiaan yang sejati. Kebahagiaan manusia itu tercapai ketika manusia memilih melakukan hal-hal yang baik dan benar, yang mengarahkannya pada Allah sendiri. Jadi, kebebasan yang dimiliki oleh manusia membawa pada kemerdekaan dan kebahagiaan.

DAFTAR PUSTAKA


Adelbert, Snijders.,
2004 Antropologi Filsafat Manusia Paradoks dan Seruan Penerbit Kanisius Yogyakarta

Mulyatno CB.,
2009 Menguak Misteri Manusia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta,

Mulyatno CB.,
2009 Alam Pikir Medieval, diktat kuliah pro manuscripto Fakultas Teologi Wedabakti



[1] , Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat Manusia Paradoks dan Seruan Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, 2004 hal. 123
[2] CB Mulyatno,Pr, Menguak Misteri Manusia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2009 hal. 65
[3] CB Mulyatno, Pr, Alam Pikir Medieval, diktat kuliah pro manuscripto Fakultas Teologi Wedabakti, 2009 hal. 29
Share on Google Plus

About Heinscj

0 Comment:

Post a Comment