DEHONIAN

SACRED, INTELLIGENCE AND APOSTOLATE

Agustinus Adisutjipto: Manusia Katolik Indonesia

MENGGALANG PERSATUAN DARI KEBERAGAMAN

Agustinus Adisutjipto akrab dipanggil dengan Cip merupakan seorang komodor udara Indonesia lahir di Salatiga, Jawa Tengah, pada 3 Juli 1916. Cipmerupakan putra pertama dari lima bersaudara buah perkawinan Roewidodarmo dan Latifatun. Adisutjipto, kelahiran Salatiga 3 Juli 1916, sangat gemar bermain sepakbola, naik gunung, tenis dan catur. Pribadinya dikenal pendiam, namun sangat reaktif bila harga dirinya terinjak. Ia mengenyam pendidikan GHS (Geneeskundige Hoge School) (Sekolah Tinggi Kedokteran) dan lulusan Sekolah Penerbang Militaire Luchtvaart di Kalijati. Ia kemudian memutuskan untuk pindah ke Sekolah Penerbang Militaire Luchtvaart di Kalijati. Selesai pendidikan ia bertugas di Squadron Pengintai Udara.
Pada masa pendudukan Jepang, Adisutjipto bekerja pada perusahaan bus di Salatiga karena saat itu tidak satu pun orang Indonesia yang diperbolehkan menerbangkan pesawat. Sesudah Indonesia merdeka, ia menyumbangkan tenaga membina Angkatan Udara Republik Indonesia bersama S. Suryadarma, yang kemudian diangkat menjadi Kepala Staf AURI. Saat itu, tenaga penerbang sangat sedikit. Pesawat terbang hampir-hampir tidak ada, dan kalau pun ada sudah rongsokan. Teknisi-teknisi Indonesia berusaha memperbaiki pesawat tersebut. Tanggal 27 Oktober 1945, Adisutjipto berhasil menerbangkan sebuah pesawat. Penerbangan itu adalah penerbangan pertama yang dilakukan oleh putra Indonesia. Pada tanggal 1 Desember 1945 Adisutipto mendirikan Sekolah Penerbang di Yogyakarta, tepatnya di Lapangan Udara Maguwo, yang kemudian diganti namanya menjadi Bandara Adisutjipto, untuk mengenang jasa beliau sebagai pahlawan nasional. Di situ dididik kader-kader Angkatan Udara Indonesia. Karena jasa-jasanya itu Adisutjipto disebut bapak Penerbang Indonesia.
Jabatan lain yang pernah dipegangnya ialah Wakil II Kepala Staf Angkatan Udara. Selain itu, pernah pula ditugasi ke India dan Filipina untuk mencari tenaga pelatih dan menyewa pesawat terbang. Di India, berkat bantuan Perdana Menteri Jawaharlal Nehru, ia berhasil mengadakan perundingan dengan Patnaik yang kemudian bersedia menyewakan sebuat pesawat Dakota.
Untuk kedua kalinya, bersama Abdulrahman Saleh, pada bulan Juli 1947, Adisutjipto pergi ke India. Penerobosan blokade udara Belanda menuju India dan Pakistan berhasil dilakukan. Mereka kembali membawa obat-obatan sumbangan Palang Merah Internasional untuk Palang Merah Indonesia, dengan menggunakan pesawat Dakota VT CLA. Pada tanggal 29 Juli 1947 waktu akan mendarat di Lapangan Terbang Maguwo, Yogyakarta, pesawat tersebut ditembaki oleh pesawat pemburu Belanda P-40 Kittyhawk sehingga jatuh dan terbakar. Marsekal Muda Adisutjipto pun gugur. Beliau dimakamkan di Pemakaman Umum Kuncen dan kemudian pada tanggal 14 Juli 2000 dipindahkan ke Monumen Perjuangan di desa Ngoto, Bantul, Yogyakarta.
Dalam Lumen Gentium 40 dijelaskan bahwa kita mempunyai banyak tugas dan perutusan. Namun sebagai seorang Katolik, kita dipanggil kepada kesucian. Selanjutnya dalam nomor berikutnya dijelaskan bagaimana bentuk pelaksanaan kesucian itu sendiri. Orang katolik siapapun dia, apapun pekerjaan dan perutusannya, diharapkan menghayati hidup sehari-hari dengan bermutu. Dalam pekerjaan, mungkin apa yang dikerjakan orang katolik persis sama dengan yang dilakukan orang non katolik. Namun, yang seharusnya membedakan kita dengan mereka adalah terletak dalam pemaknaannya.
Itulah kiranya yang dilakukan oleh Adisutjipto. Ia membagun dasar yang kokoh bagi perkembangan Angkatan Udara di Indonesia. Bukan hanya dengan kata-kata kosong, namun dengan bukti yang nyata, kesetiaannya terhadap tanah air tercinta. Ia menjadi teladan yang patut diikuti bagi bangsa Indonesia, khususnya para penerbang Indonesia. Dalam hal tanggugawab, kesetiaan, dan juga pengurbanan. Ia mewujudkan spiritualitas ‘100% Katolik, 100% Indonesia’.
Melalui perjuangannya itu, dia sekaligus memecahkan blokade agamis, rasis, dan kepentingan yang cenderung membatasi pergaulan dan mengisolasi kaum minoritas. Persoalan ekslusivisme tak jarang menjadi sangat pelik dan dilematis untuk kelompok atau agama tertentu, misalny Islam dengan Kristen. Kedua agama ini memberi batasan yang sangat tegas terhadap identitas kelompok. Dengan demikian, dia terbuka dan sekaligus membuka diri bagi Negara, Indonesia. Dia berjuang dengan sugguh-sungguh dalam memberantas kolonialisme dan setiap bentuk penjajahan di muka bumi ini.
Salah satu sikap yang menonjol dari Adisutjipo adalah bahwa dia merupakan seorang yang  sensitif dan tidak mau direndahkan. Sikap itu jualah yang membut dia mencintai tanah airnya dengan ketidaksukaanya kepada para pejajah. Ia menanamkan sikap cinta tanah air yang sangat tinggi, dan tak terbayar dengan apapun. Dia melakukan tugas dengan sebuah alasan, bukan karena dia membenci Belanda atau Jepang, melainkan karena dia membenci sikap mereka. Ia menegaskan bahwa dia melakukan tugasnya itu dengan menyebut satu alasan; hanya karena Dia yang telah disalibkan itu. Itulah bukti pengabdiannya kepada Negaranya serta kecintaan yang mendalam pada Dia yang telah disalibkan. Dua-duanya merupakan kesatuan spiritualitas yang sangat konkret.
Ia rela mati bukan hanya bagi kepentingannya sendiri, kelompoknya, Angkatan Udara saja, atau juga agamanya. Ia mati bagi orang lain yang juga tidak dikenalnya. Demi perdamaian dan situasi tanpa penindasan. Inilah yang sesungguhnya membuka cakrawala kita sebagai orang Katlik sekaligus orang Indonesia. Banyak peristiwa yang kita alami di dunia ini, perjuangan-perjuangan kita hendaknya juga mengarah pada kepentingan semua orang. Paling tidak, dedikasi hidup kita tidak hanya bagi golongan tertentu, melainkan bagi banyak orang. Itulah semangat 100% Katolik dan 100% Indonesia.

Sumber data:
1.      Arief Gunarso,S.TP.; Ensiklopedia Pahlawan Nasional. Penerbit TandaBaca, Juli 2007
2.      A. Heuken SJ; Ensiklopedi Populer tentang Gereja Katolik di Indonesia. Yayasan Cipta Loka Caraka, 1989 id.wikipedia .org
3.      Mgr. Ignatius Suharyo, The Catholic Way, Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita, Kanisius, Yogyakarta, 2009.
4.      http// www. Wikipedia/sejarah Adisujipto.com

Share on Google Plus

About Heinscj

0 Comment:

Post a Comment