DEHONIAN

SACRED, INTELLIGENCE AND APOSTOLATE

Jangan Takut Jadi romo, yo...


“Jangan khawatir mengenai hal-hal yang mungkin terjadi”

Latar Belakang

“Wah, takut Ter! Nanti kalau nggak diterima bagaimana?” “Opo aku mampu ya Ter, aku ini enggak pinter!”. Banyak alasan yang ingin diungkapkan dari pemudi dan pemuda yang ada di sana. Apalagi aku menangkap maksud dari yang dikatakan bu Juidi (nyonya rumah) yang aku singgahi. Beliau sangat ingin salah satu dari anaknya menjadi seorang biarawan maupun biarawati. Namun yang menjadi kendala adalah bahwa anaknya menjadi mudah patah semangat dan merasa minder dalam pergaulan dengan teman-temanya. “Apa aku bisa ya Bu, sepertinya aku bakal tidak bisa” Cerita sang Ibu sembari melenggangkan kepala bersatu rasa dengan anaknya. Sebagai keluarga yang selalu disibukkan dengan mengajari anak orang, mereka agaknya melupakan pendidikan formal anak-anak mereka. Sang Ibu mengajar di sekolah SD, yang mana sang Bapak menjadi KepSek nya.

Margo Agung-Margo Lestari merupakan lahan subur benih-benih pangilan. Sebab begitu banyak dari antara mereka yang sebenarnya tertarik untuk menjadi Imam maupun biarawan\biarawati.Mengapa mereka tidak bercita-cita menjadi Imam, biarawan\ti? Ada beberapa hal yang saya bisa catat dari penuturan sekitar 30-an OMK:
Ada beberapa pertanyaan yang muncul dalam sharing pada saat pertemuan di kring. Demikian pula pada saat dinamika dan berbagi pengalaman dalam kelompok orang muda. Ketertarikan pada hidup membiara sebenarnya ada, namun sayang kebentur dengan alasan-alasan diatas. Sebenarnya MAU. Inti atau katakanlah yang menjadi poin pokok aksi panggilan di Margo-Agung dan Lestari adalah Pengenalan dan peneguhan napak tilas ke arah selibat. Nampaknya Selibat menjadi momok bagi mereka yang sebenarnya punya cita-cita ke arah sana. Saya yakin bahwa banyak dari antara mereka yang mau (dan mampu) membaktikan diri pada Allah dengan menjadi Imam, biarawan maupun biarawati.

Ketakutan akan masa depan memang sangat menggagu hidup seseorang, apalagi seorang pelajar. Masa depan saya nanti bagaimana? Harus memilih yang mana? Dan banyak lagi pertanyaan yang dipunyai pemuda dan pemudi katolik di sana. Mungkin semua itu masih dalam taraf yang normal sebagai pelajar. Menjadi aneh apabila seorang pelajar hanya berkutat pada kebingungan memutuskan pilihan masa depannya, itu berarti sebagian besar dari mereka tidak mengetahui secara sungguh talenta\bakat-bakat yang mereka punyai.
Keputusan yang Mantap

Pada saat saya memutuskan untuk menjadi apa dan ke mana… saya juga dilanda kebingungan. Wah, kalau ke sini nanti bagaimana? dan kalau ke situ nanti juga bagaimana? konsekuensinya apa? Satu hal yang ada dalam benakku saat aku masuk ke Seminari adalah melanjutkan ke SMA, dan menjadi orang baik dimata masyarakat. Lanjut berlanjut saya merasakan adanya kondisi yang berbeda mengenai tujuan hidup saya. Dengan perkembangan bertahap mengenai panggilan hidup, saya mulai menyadari bahwa saya dipanggil untuk setia kepadanya pada jalan yang sudah ditunjukkan oleh Nya kepadaku. Perlahan saya mengikuti Dia sampai di tempat ini. Hanya ada satu jalan yang harus saya lalui. Tak mungkin saya berjalan pada dua arah yang berbeda. Keputusan yang mantap memilih jalan seperti yang sudah ‘ditunjukkan Allah’ dan tak perlu lagi takut dengan mengatakan: “Apa aku ini terpanggil ya? “Apa Allah masih menginginkan aku hidup di jalan yang spesial ini ya?”. Dari penuturan rekan-rekan muda yang ada di Margo Agung-Lestari meneguhkan diriku bahwa Allah memilih orang tidak sembarangan comot namun melalui tahapan yang lumayan. Perlu aku syukuri bahwa Allah sudah menunjukkan padaku jalan TOL panggilan, spesial dan penuh rahmatNya. Tidak semua orang mau menanggapi panggilanNya dan tidak semua orang mampu, dan (tidak semua orang dapat mengerti akan hal ini. Tapi barang siapa bertelinga hendaklah ia mendengar). Ketakutan dan kebingungan menentukan arah mau ke mana banyak terjadi di kalangan umat, lebih-lebih kaum muda yang sudah tamat SMA. Sesudah tamat SMP aku pasrah saja pada apa yang menjadi kehendak yang tersembunyi… dalam arti aku juga tak tahu harus ke mana. Namun Allah berkehendak lain padaku. Sampai sekarang aku juga masih pasrah pada apa yang ingin dikehendakiNya. Aku menyerahkan semuanya pada Yang Memanggil. Pasrahku bukan pasrah pada kebodohan dan ketidaktahuan, tapi aku meletakkan semuanya pada Allah penunjuk jalan hidupku, Allah yang sudah menunjukkan jalan itu bagiku. Aku menyadari bahwa saat ini Allah sedang melakukan karya yang besar dalam diriku, demi masa depanku dan demi kemuliaanNya. Sumeleh marang Gusti yang kuungkap bukan membiarkan begitu saja, namun lebih pada perjuangan bersama dengan Allah. Ya, kalau sedang up, itu bonus dari Allah, sebaliknya kalau sedang down, itu berarti Allah mau aku lebih berkembang-berkualitas.
Perjuangan dan kerja keras yang disertai kesetiaan adalah modal dasar dan utama bagi hidup panggilan. Tentu saja doa menjadi penting dalam hal ini, bahkan menjadi nomor satu. Ora et labora (Berdoa dan Bekerja)Ora dulu baru labora! Mungkin saya bisa berkata seperti Pater pendiri katakan bahwa disinilah “True life begins”. Tanpa takut melangkahkan kaki berjalan bersama dengan Yesus pada arah yang sudah ditunjukkanNya. Yakin dengan pasti bahwa Allah menunjukkan jalan yang benar walau terjal dan berbatu. Tanpa takut menapaki panggilan suci dari Allah ini. Rasanya tak ada lagi pikiran untuk kuliah di luar atau merasa iri dengan orang yang berhasil dan menjadi kaya, punya isteri cantik, dan keluarga yang harmonis. Semuanya menyatu dengan Yesus dan arah utama hidupku saat ini adalah YESUS.

Share on Google Plus

About Heinscj

0 Comment:

Post a Comment