DEHONIAN

SACRED, INTELLIGENCE AND APOSTOLATE

MELIRIK ENSIKLIK HAURIETIS AQUAS

 
“Dengan kegirangan kamu akan menimba air dari mata air keselamatan.”
(Yesaya 12. 3)

A. Latar Belakang dan Sejarah Ensiklik Haurietis Aquas

       “Dengan kegirangan kamu akan menimba air dari mata air keselamatan.” Perkataan nabi Yesaya ini dengan imajinasi penuh arti menubuatkan datangnya anugerah-anugerah Allah yang tak terbilang dan berlimpah-limpah pada zaman Kristiani. Paus Pius IX almarhum, menetapkkan bahwa pesta Hati Yesus Mahakudus harus dirayakan di seluruh Gereja, setelah dengan senang hati mengabulkan permohonan-permohonan yang datang kepadanya dari umat Katolik seluruh dunia:

"You shall draw waters with joy out of the Savior's fountain." These words by which the prophet Isaias, using highly significant imagery, foretold the manifold and abundant gifts of God which the Christian era was to bring forth, come naturally to Our mind when We reflect on the centenary of that year when Our predecessor of immortal memory, Pius IX, gladly yielding to the prayers from the whole Catholic world, ordered the celebration of the feast of the Most Sacred Heart of Jesus in the Universal Church .

       Mungkin tersirat dalam benak kita, mengapa ada sebuah devosi yang sangat diagungkan oleh otoritas doktrin Gereja, dan harus pula dijunjung tinggi oleh semua umat Katolik, baik klerus maupun awam. Dalam perspektif para penulis di  Prancis, berkaitan dengan hal ini kita pertama-tama hendaknya tidak menempatkan pertanyaan mengapa devosi ini harus dijunjung tinggi, melainkan lebih pada bagaimana  sejarah masa itu. Seorang penulis Perancis, Julien Jacques mengungkapkan bahwa pada masa itu, banyak imam baik imam diosesan  maupun imam biarawan yang membuat jarak, tidak ramah, dan bersikap acuh serta berlaku tak pantas kepada devosi Hati Kudus Yesus. Oleh sebab itu sudah sejak Paus Leo XIII dan Paus Pius XI menempatkan Devosi kepada Hati Kudus Yesus dan tindakan pemulihan (reparatio) pada hari Jumat pertama dalam bulan, sekaligus sebagai pesta Hati Kudus Yesus. Bahkan, sikap Paus ini pun sempat mendapatkan banyak pertentangan dari para Imam dan Uskup. Para Imam dan Uskup yang ‘memprotes’ gagasan Paus ini berdalih dengan alasan bahwa mereka telah mengadakan observasi dalam beberapa organisasi Katolik, dan kaum muda. Hasilnya, mereka menemukan bahwa devosi kepada Hati Kudus ini tidak menarik bagi mereka, juga bagi orang muda. Bahkan seorang Imam Jesuit, Monier-Vinard, S.J., menulis dalam pengantar bukunya, bahwa devosi kepada Hati Kudus ini tidak menarik, sentimental, dan cenderung feminim, dan kurang maskulin.
       Di Jerman Pastor Zoré dalam esai-esainya menuliskan bahwa devosi kepada Hati Kudus Yesus tidak memiliki banyak kekuatan, maka banyak keraguan yang muncul dari dalam maupun dari luar. Bahkan para penulis di Gregorianum pun mengatakan bahwa ada keragu-raguan serta kebingungan menempatkan devosi ini dalam relasi dengan doktrin Tubuh Mistik Kristus dan Trinitas. Bahkan ada pula yang menyebut bahwa devosi ini tidak banyak membantu dalam aspek pastoral .
       Pandangan-pandangan yang kurang pas dan cenderung negatif tentang devosi Hati Kudus Yesus tersebut disangkal oleh Paus. Apalagi penghormatan kepada Hati Kudus Yesus ini sangat dijunjung tinggi oleh Paus Leo XIII dan Paus Pius XI. Bahkan Paus Pius XI mengatakan bahwa inilah ekspresi yang sempurna dari agama Kristiani, dan harus ditaati dengan sungguh oleh seluruh umat Kristiani . 

B. Ensiklik Haurietis Aquas
1. Dasar-dasar dan Pratanda-pratanda Kebaktian Kepada Hati Kudus Yesus dalam Perjanjian Lama.

a. Pandangan yang Sesat mengenai Kebaktian kepada Hati Kudus Yesus
       Gereja serentak berusaha untuk dengan sekuat tenaga berusaha agar kebaktian  ini berkembang-maju di mana-mana. Gereja pun melindungi kebaktian ini dari tuduhan-tuduhan ‘naturalisme’ dan ‘sekularisme’. Meskipun demikian, sangat disesalkan bahwa baik pada masa lampau maupun masa kini kebaktian yang luhur ini tidak mendapatkan tempat kehormatan dan penghargaan dalam lingkungan-lingkungan orang kristiani tertentu, bahkan kadang juga tidak dalam lingkungan mereka yang menganggap diri digerakkan oleh semangat untuk berjuang demi agama Katolik dan oleh kehendak mau menjadi suci.
       Masih ada putera-putera ‘kami’ yang tersesat karena prasangka-prasangka dan pendapat sepihak, kadangkala terlanjur menganggap kebaktian ini  tidak mampu memberi sumbangan untuk kebutuhan-kebutuhan rohani Gereja dan umat manusia pada zaman sekarang, bahkan merugikannya:

“...still there are some of Our children who, led astray by prejudices, sometimes go so far as to consider this devotion ill-adapted, not to say detrimental, to the more pressing spiritual needs of the Church and humanity in this present age .

       Banyak orang yang masih beranggapan bahwa kebaktian kepada Hati Kudus ini berat sebelah atau samasekali tidak berguna bagi mereka yang mau berjuang dalam laskar Raja. Ada pula yang beranggapan bahwa kebaktian ini tidak sanggup menguatkan dan membarui kesusilaan Kristen baik dalam hidup pribadi maupun dalam keluarga:
       
Again, there are those who so far from considering this devotion a strong support for the right ordering and renewal of Christian morals both in the individual's private life and in the home circle, see it rather a type of piety nourished not by the soul and mind but by the senses and consequently more suited to the use of women, since it seems to them something not quite suitable for educated men .

       Bahkan kebaktian ini dianggap sebagai ibadat yang berdasarkan penginderaan, dihidupi oleh perasaan saja dan bukan pemikiran budi dan jiwa. Sebab kebaktian ini dinilai lebih cocok untuk kaum wanita.
       Masih ada banyak orang lagi yang memandang kebaktian ini sebagai yang terutama menuntut matiraga dan menjalankan silih dan kebajikan lain yang dianggap ‘pasif’ yaitu yang tidak menghasilkan buah yang kelihatan. Pada zaman ini-katanya perlu lebih mengusahakan kegiatan terbuka dan kuat untuk memenangkan iman Katolik dan membela kesusilaan Kristiani.

b. Penghargaan para Paus terhadap Kebaktian kepada Hati Kudus Yesus
     Paus Leo XIII yakin bahwa kebaktian ini memuat penawar mujarab untuk menyembuhkan kemalangan, juga yang sekarang dan malahan yang lebih luas dan lebih hebat, menyiksa dan mengancam baik orang-perorangan maupun umat manusia seluruhnya.
       Ensiklik ini mengajak  umat beriman semua untuk mempelajari secara lebih saksama patokan-patokan yang berpangkal pada Kitab Suci dan pada ajaran para pujangga dan para teolog. Paus Pius XII yakin bahwa kebaktian ini tiada duanya dan kelimpahan karunia-karunia sorgawi yang tak habis-habisnya baru dapat dihargai  sebenar-benarnya dan sepenuh-penuhnya apabila sifat utama dan terluhurnya kita selidiki secara mendalam dengan terang cahaya kebenaran yang diwahyukan Allah. Demikian pula dengan direnungkan dan dikontemplasikan karunia-karunia tak terbilang berasal daripadanya.

c. Kasih Allah Tujuan Utama Kebaktian ini Seperti Diwahyukan dalam Perjanjian Lama.
       Sembah sujud yang diunjukkan Gereja kepada Hati Yesus Mahakudus harus sama dengan sembah sujud yang diunjukkan kepada pribadi Putera Allah yang menjadi manusia. Ini adalah kebenaran yang harus diimani oleh setiap orang Katolik karena secara resmi telah dimaklumkan oleh konsili Efese dan Konstantinopel.
        Hati Penebus Ilahi  hendaknya pula diberi penghormatan tertinggi, berdasarkan kenyataan bahwa Hati-Nya lebih daripada anggota lain Tubuh-Nya, adalah tanda dan lambang Kasih-Nya yang tak terhingga kepada bangsa  manusia. Paus Leo XIII pernah mengatakan: “Di dalam Hati Kudus ini, kita mendapat lambang dan gambaran tentang kasih Tuhan Yesus Kristus yang tak terhingga, dan yang mengajak kita untuk membalas kasih kepada-Nya.”
       Perjanjian Allah dengan bangsa Israel, adalah sebuah perjanjian yang bukan hanya didasarkan pada kekuasaan tertinggi Allah dan kewajiban manusia untuk taat kepada-Nya, melainkan juga merupakan sebuah perjanjian yang didasarkan pada kasih yang menghidupi persetujuan itu. Juga bagi bangsa Israel, alasan utama menaati hukum Tuhan itu bukanlah rasa takut akan hukuman, melainkan kasih yang harus ditunjukkan kepada Tuhan: “Dengarlah hai orang Israel, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa! Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segep jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang Kuperintahkan kepadamu ini haruslah engkau perhatikan” (Ul. 6, 4-6). 
       Selain perjanjian antara Allah dan bangsa Israel yang didasarkan pada kasih, para nabi pun (Musa, Hosea, Yesaya dan Yeremia) menerangkan cinta yang senantiasa dibuktikan Tuhan dalam menuntun umat-Nya dan mewahyukannya. “Ketika Israel masih muda, kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu. Padahal Akulah yang mengajar Efraim berjalan dan mengangkat mereka di tangan-Ku, tetapi mereka tidak mau insaf bahwa Aku menyembuhkan mereka. Aku menarik mereka dengan tali kesetiaan, dengan ikatan kasih.” (Hos. 11: 1; 3-4; 14:5-6).
       Kasih Tuhan adalah kasih yang penuh belas kasih, pengampunan dan abadi. Kasih itu dinubuatkan oleh nabi Yeremia dengan perkataan ini: “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu aku melanjutkan kasihsetia-Ku kepadamu. Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman Tuhan,...Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.” (Yer. 31,3; 31,33-34).

2. Kebaktian Kepada Hati Yesus Mahakudus di Dalam Ajaran Perjanjian Baru dan Tradisi.

a. Kasih Tuhan dalam Rahasia Penjelmaan dan Penebusan Sebagaimana Diwahykan dalam Injil
       Hanya dari Injil kita memperoleh kepastian dan kejelasan tentang Perjanjian Baru yang mengikat manusia dengan Allah. Perjanjian Kristen ini jauh lebih jelas daripada yang Lama nampak sebagai persetujuan yang tidak berdasarkan perbudakan dan ketakutan, tetapi disahkan oleh persahabatan yang harus ada antara bapa, dan putera-puteranya. Perjanjian ini dihidupi dan dikuatkan oleh pertumpahan rahmat Ilahi dan kebenaran yang lebih bermurah hati menurut Yohanes Penginjil: “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih-karunia demi kasih-karunia; sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih-karunia dan kebenaran oleh Yesus Kristus.” (Yoh. 1, 16-17)
       Penebus Ilahi kita, sebagai pengantara yang sah dan sempurna, terdorong oleh Kasih-Nya yang bernyala-nyala terhadap kita, telah melunasi seluruh kewajiban dan kekurngan kita kepada tuntutan hak-hak Ilahi. Maka sudah pasti Dia, penyelenggara perdamaian yang mengagumkan antara keadilan Ilahi dengan belaskasihan Ilahi.

b. Ajaran Bapa-Bapa Gereja
       Bapa-bapa Gereja, saksi-saksi kebenaran yang telah diwahyukan oleh Tuhan, telah memahami apa yang dikatakan oleh rasul paulus dengan jelas, yaitu bahwa rahasia Ilahi itu memprakarsai dan melaksanakan penjelmaan penebusan. Seperti mau menggemakan suara St. Paulus, Yustinus menulis; “Kami menyembah dan mencintai sabda yang tidak lahir dan tidak terkatakan, sebab Ia menjadi manusia bagi kita agar dengan mengambil bagian dalam dukacita kita, Ia dapat menyediakan obatnya.
       Santo Ambrosius pernah mengatakan bahwa perasaan yang timbul  dari panca indera juga dirasakan oleh sabda Tuhan yang menjadi manusia, timbul dari persatuan hipostasis seperti dari sumber kodrati-Nya “karena jiwa yang diambil-Nya, maka juga dorongan-dorongan diambil-Nya; karena Allah, justru karena Allah, tidak bisa merasa tenang dan tidak bisa mati. 
       Jalinan perasaan-perasaan manusiawi sabda yang terjelma dengan tujuannya yaitu penebusan umat manusia, mendapat perhatian yang istimewa dari St. Agustinus; “Ia rela menerima perasaan-perasaan tanda kerapuhan manusia, seperti juga tubuh dan kematian tubuh insani, bukan karena tidak bisa lain, tetapi karena Ia berbelas kasih. Dalam diri-Nya, Ia hendak mentransformasikan Tubuh-Nya menjadi jemaat. Ia berkenan menjadi kepala dan mentransformasikan anggota-anggotanya menjadi orang-orang kudus dan beriman, maksudnya agar jika ada seseorang dari mereka yang bersusah hati atau berduka karena godaan-godaan manusiawi,jangan ia merasa bahwa sudah jauh dari kasih karunia Tuhan Yesus Kristus. 

c. Hati Sabda Terjelma Adalah Lambang Kasih yang Berlipat Tiga
       Hati Sabda yang menjelma menjadi manusia sepantasnya dan sewajarnya dipandang sebagai tanda dan lambang utama dari ketiga macam kasih, dan dengan kasih itu, penebus Ilahi kita mengasihi Bapa-Nya yang kekal, dan Bapa seluruh umat manusia. Hati itu adalah lambang cinta kasih Ilahi yang dimiliki-Nya bersama-sama dengan Bapa dan Roh Kudus. Tetapi kasih itu hanya diperlihatkan kepada kita di dalam Dia, sabda yang menjelma, yaitu dengan perantaraan badan insai yang lemah dan rapuh, tepatnya “sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan:

For these reasons, the Heart of the Incarnate Word is deservedly and rightly considered the chief sign and symbol of that threefold love with which the divine Redeemer unceasingly loves His eternal Father and all mankind. It is a symbol of that divine love which He shares with the Father and the Holy Spirit but which He, the Word made flesh, alone manifests through a weak and perishable body, since "in Him dwells the fullness of the Godhead bodily ."

       Akhirnya, secara lebih kodrati dan langsung, Hati ini melambangkan perasaan-perasaan indera, sebab Tubuh Yesus Kristus yang dibentuk di dalam rahim Santa Perawan Maria oleh Roh Kudus, malahan mempunyai daya perasa dan pengalaman yang lebih sempurna dari pada badan orang lain entah dari siapapun juga.

3. Pengaruh Mendalam Hati Mahakudus Terhadap Pengutusan untuk Menyelamatkan Umat Manusia.
       Hati Yesus adalah bagian badan Yesus yang paling suci, bagian yang paling luhur dari kodrat manusiawi-Nya. Di dalamnya terjadi persatuan hipostasis antara kemanusiaan dengan pribadi sabda Ilahi. Hati Yesus menampakkan dua kodrat dalam diri Yesus, yakni ilahi dan insani, dan menampakkan pribadi sang Sabda sendiri. Hati merupakan simbol seluruh misteri penebusan manusia. Maka, bila kita menyembah Hati Yesus, yang sesungguhnya kita sembah adalah cinta Kristus yang ilahi dan insani. Kristus memperlihatkan Hati-Nya yang terluka dan bernyala-nyala kepada manusia yang tiada pernah akan padam selamanya . Bila kebaktian ini dipraktekkan dengan jujur dan dengan pemahaman yang benar, akan membantu umat beriman untuk merasakan cinta kasih Kristus yang besar yang merupakan puncak kehidupan Kristiani.
       Perjumpaan dengan Allah yang transenden dalam kebaktian ini menuntut pula agar setiap orang berjumpa dengan sesamanya, memberi pengaruh kepada orang lain, berlandaskan spiritualitas atau semangat kebaktian ini. Perjumpaan dengan orang lain menjadi tempat manusia untuk keluar dari diri sendiri dan berjumpa dengan realita lain yang berbeda.

“Every communion is a transcendence—transendence in the sense of an opening up to relate with a larger presence”.

       Kehadirannya mempengaruhi kehidupan sesamanya. Dengan relasi saling memberikan diri dalam semangat kasih persaudaraan dalam Hati Kudus Yesus, manusia mampu mengatasi kecenderungan untuk berpusat pada dirinya sendiri. Manusia mampu memberikan diri bagi sesamanya. Oleh sebab itu Identitas Gereja tidak ditentukan oleh jumlah dan kuantitas. Yang lebih menentukan dengan demikian adalah soal kesetiaanya akan kebenaran. Kesetiaan tersebut ditegaskannya mewujud nyata dalam pelayanan kepada sesama, sehingga setiap orang menjadi sesama bagi yang lain, sebagaimana Kristus telah memberikan diri-Nya bagi semua orang. Hal inilah yang menjadi semangat utama Gereja pada kebaktian kepada Hati Kudus Yesus dalam karya keselamatan kepada semua orang. Selain perjumpaan dan kehadiran serta kesetiaan dalam iman, kebaktian kepada hati Kudus juga menghendaki agar karya keselamatan itu diwartakan kepada banyak orang.

4. Ekaristi dan Imamat
       Yesus tahu bahwa Ia akan mengadakan sakramen Tubuh dan Darah-Nya. Dengan mencurahkan Darah-Nya ia akan mensahkan Perjanjian Baru. Dari sebab itu, sebelum bersantap dengan murid-murid-Nya, Hati-Nya sudah tergerak oleh perasaan-perasaan yang amat kuat digambarkan oleh para rasul dengan kata-kata ini; “Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu, sebelum aku menderita (bdk. Luk22,15). Perasaan-perasaan itu dialami-Nya dengan lebih kuat ketika Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, katanya; “Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu, perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan, sesudah makan, Ia berkata; “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh Darah-Ku yang ditumpahkan bagi kamu.” 


Even before He ate the Last Supper with His disciples Christ Our Lord, since He knew He was about to institute the sacrament of His body and blood by the shedding of which the new covenant was to be consecrated, felt His heart roused by strong emotions, which He revealed to the Apostles in these words: "With desire have I desired to eat this Pasch with you before I suffer. It can therefore be declared that the divine Eucharist, both the sacrament which He gives to men and the sacrifice in which He unceasingly offers Himself from the rising of the sun till the going down thereof," and likewise the priesthood, are indeed gifts of the Sacred Heart of Jesus .

       Dalam ensiklik ini, Paus Pius XII hendak menekankan bahwa dapat dikatakan bahwa Ekaristi Kudus, baik sebagai sakramen yang diberikan kepada umat maupun sebagai korban, merupakan persembahan diri-Nya secara terus-menerus, dan Imamat adalah anugerah dari Hati Yesus yang Maha Kudus.

5. Merasakan Cinta Kasih dan Kebaikan Kristus
       Devosi kepada Hati Kudus berarti kesediaan membalas cinta kasih yang dinyatakan Allah kepada kita melalui Yesus, dan pelaksanaan cinta kasih kita kepada Allah dan sesama kita. Devosi Hati Kudus Yesus mewujudkan cinta kasih pribadi timbal balik yang merupakan inti hidup kristiani dan hidup membiara. Inilah alasannya mengapa devosi kepada Hati Kudus dipandang sebagai bentuk yang unggul dan teruji untuk pembaktian diri kepada Kristus Yesus, raja dan pusat segala hati, yang begitu diperlukan oleh zaman kita, sebagaimana ditegaskan oleh KV II .
       Bila kebaktian ini dipraktekkan dengan jujur dan dengan pemahaman yang benar, akan membantu umat beriman untuk merasakan cinta kasih Kristus yang besar yang merupakan puncak kehidupan Kristiani . Dalam ensiklik ini, devosi Hati Kudus akan membawa umat manusia untuk memperkembangkan penghormatan kepada Sakramen Mahakudus dan salib suci, sebab tidak ada seorangpun yang dapat mencintai Yesus yang tergantung di salib dengan tepat bila ia belum mengerti rahasia-rahasia misteri Hati Kudus Yesus. Devosi kepada Hati Yesus, bertujuan untuk mengingatkan kita bahwa karya cinta kasih Kristus yang paling utama ialah penetapan Ekaristi. Dengan sakramen Ekaristi, Kristus ingin bersama-sama dengan kita sampai akhir jaman. Ekaristi adalah anugerah Hati Yesus yang amat besar, sebab diberikan berdasarkan cinta-Nya yang amat besar pula .

6. Kesimpulan
       Sebelum tahun 1960 Karl Rahner pernah berpandangan bahwa devosi Hati Kudus merupakan puncak hidup religius dan bahwa semestinya setiap orang Kristen menghormati Hati Yesus . Namun, setelah 1966 rupanya devosi Hati Kudus yang begitu jaya mengalami kemunduran. Rahner menduga bahwa sebagai devosi umat, Hati Kudus akan mundur pula .
       Devosi Hati Kudus Yesus sangat erat kaitannya dengan Ekaristi Kudus. Dari dirinya sendiri, Ekaristi adalah anugerah Hati Yesus yang terluka karena cinta kepada kita. Sebab dari lambung yang tertikam, keluar darah dan air. Darah melambangkan sakramen Ekaristi. Kepada Margaretha Maria, Yesus mengeluh karena kedinginan dan ketidakacuhan manusia akan sakramen cinta kasih, yakni Ekaristi. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa perkembangan devosi Hati Kudus Yesus selanjutnya sangat berwarna ekaristis.

















DAFTAR BACAAN

Donnelly, Malachi J. SJ., Haurietis Aquas and The Devotion to the Sacred Heart, St. Mary College.

N. N., 1987 Kapitel Jenderal Yesuit mengenai Devosi Hati Kudus Yesus Pedoman Hidup 13.

O’Donnel, T. T., 1990 Ajaran Pimpinan Gereja Mengenai Devosi Kepada Hati Kudus Yesus 
Pedoman Hidup 20.

Pius XII, 1956 Encyclical Haurietis Aquas Devotion To The Sacred Heart.

van der Heijden, Lambertus, 1987 Karl Rahner SJ, orang yang tertikam hatinya, Pedoman Hidup 13.



Share on Google Plus

About Heinscj

0 Comment:

Post a Comment