Hidup para imam, biarawan dan biarawati sering menjadi pembicaraan. Terutama umat katolik sendiri menjadi bingung tentang cara hidup kami. Mereka tahu, apa yang kami janjikan di depan umat, tetapi juga melihat suatu kenyataan yang kurang jelas. Dalam sejarah hidup membiara ada banyak perkembangan dan perubahan. Terutama Konsili Vatikan II memaksa kami memikirkan apa yang sebenarnya adalah inti hidup kami.
Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus mengalami perubahan yang besar dalam penghayatan hidup membiara. Sebelum Konsil Vatikan II segala-galanya sudah jelas. Dan juga sikap umat terhadap mereka baik dan positif sekali. Tetapi sekarang kami mengalami sendiri, bahwa kami harus mempertanggungjawabkan panggilan dan arah hidup yang kami pilih.
Meskipun banyak perubahan dan penyesuaian tetap ada beberapa prinsip yang tetap berlaku. Dalam konstitusi SCJ yang lama dan dalam konstitusi SCJ yang baru ditekankan, bahwa Kongregasi SCJ adalah tarekat yang aktif. Dalam konstitusi lama dikatakan "Kongregasi ini merupakan lembaga religius-klerikal". Kemudian dalam konstitusi baru "Pater Dehon telah menerima rahmat dan pengutusan untuk memperkaya Gereja dengan sebuah Tarekat hidup religius dan kerasulan yang hidup dari semangatnya yang injili".
Bagaimana kedua sifat Tarekat ini dapat dimengerti dan dihayati oleh anggota-anggota SCJ?
Saya rasa, bahwa hidup rohani penting. Seorang religius menyadari diri sebagai seseorang yang dikasihi Allah. Sebagai murid Kristus ia telah mengikuti Kristus dalam penderitaan, wafat dan kebangkitan-Nya pada saat ia dipermandikan. Kristus mengasihi dia dengan kasih yang tak terbayangkan. Menurut Yohanes "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yoh 3:16). Yesus mewartakan kasih Allah, tetapi juga menyerahkan diri kepada Bapa waktu Ia menderita dan wafat sebagai tanda cinta kasih. Maka tanggapan Bapa adalah sempurna: Yesus hidup kembali dan meneruskan karya penyelamatan-Nya terdorong cinta kasih kepada Bapa dan kepada setiap orang.
Dalam hidup rohani setiap SCJ ingin bergabung dengan Yesus itu dan ingin menjadi satu hati dengan Dia. Maka berdoa adalah sesuatu yang penting dalam hidup kami. Berdoa bersama dengan anggota-anggota komunitas lain dalam Ibadat Harian, tetapi terutama dalam Perayaan Ekaristi. Dalam Perayaan Ekaristi Kristus ingin mendekati kita. Dengan Sabda-Nya Ia membimbing iman, sehingga kita mulai mengenal Dia lebih baik dan hubungan kita dengan Dia menjadi lebih dekat dan akrab. Kemudian Ia datang dan menjadi Roti Kehidupan kita. Persatuan dengan Dia menjadi sempurna , karena kita dipersatukan dengan Kristus dalam ikatan cinta Roh Kudus dan bersama dengan seluruh Gereja kita bersyukur dan memuliakan Bapa. Ikatan dengan Allah dihayati pada waktu adorasi. Ini tidak merupakan bagian dari acara harian, tetapi menurut Pater Pendiri kelanjutan dari Perayaan Ekaristi. Apa yang kita rayakan dalam Perayaan Ekarsti kita renungkan dalam suasana doa.
Para Rasul bergaul dengan Kristus selama beberapa tahun dan setelah Roh Kudus membuka hati mereka, mereka tidak bisa diam lagi. Bagaimana pun juga, apa yang mereka alami dan terima, tidak boleh disimpan untuk mereka sendiri, tetapi harus disampaikan kepada orang-orang lain. Mereka diutus bukan kepada bangsa mereka sendiri, tetapi kepada segala bangsa, sesuai dengan Mt 28:19 "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku".
Mereka memulai suatu karya pastoral. Mereka mulai berpastoral dan banyak orang percaya berkat pewartaan para Rasul. Saya kira pada masa sekarang ini masih tetap berlaku apa yang dialami para Rasul itu. Maka pada awal Kongregasi Pater Pendiri sudah berani mengirim anggota-anggota yang paling baik ke Amerika Selatan, meskipun ia menyadari, bahwa mereka sulit untuk berhasil. Ternyata karya di Eropa dinomorduakan. Yang penting karya di luar, sesuai dengan anjuran Kristus sendiri. Dalam sejarah, Kongregasi SCJ menangani banyak karya dan berani menangani karya yang ditinggalkan Tarekat yang lain. Maka kami mulai di Sumatera, setelah dua ordo lain mengundurkan diri, karena terlalu berat dan tidak ada hasil sama sekali.
Ternyata di tempat, di mana SCJ mulai berkarya hasilnya tidak begitu menggembirakan. Tetapi kehadiran di Sumatra Selatan dan Lampung sangat menentukan. Saya sendiri bergembira melihat perkembangan Gereja di Sumatra Selatan dan Lampung. Misalnya di Lampung tahun 1966 jumlah imam Indonesia cuma dua. Yang lain berasal dari Belanda, dari Inggris dan dari Luxemburg. Selama 46 tahun terjadi “mujizat”. Banyak pemuda terpanggil menjadi imam SCJ atau projo (deosesan). Banyak pula pemudi menjadi biarawati. Jumlah umat berkembang luar biasa dan saya boleh memberi kesaksian, bahwa umat Katolik mempunyai pengaruh baik dan positif dalam masyarakat. Mereka menjadi saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat. Di desa dan kota, di mana mereka tinggal. Dan karya Roh Kudus sungguh-sungguh terasa pada Hari Minggu, pada Hari Tuhan.
Dalam surat-suratnya Pater Pendiri, pater Dehon, sering menekankan bahwa kami harus memberi perhatian khusus kepada mereka, yang kurang atau tidak mendapat perhatian dalam masyarakat. Maka kami mulai suatu karya yang berat, tetapi dengan hasil yang gemilang. Sekarang Romo-romo muda Indonesia sudah menanggapi apa yang dikatakan Pater Pendiri. Mereka mulai berkarya di tempat yang tidak atau kurang diminati: di Papua. Mereka hidup dekat dengan alam, tetapi juga dekat dengan umat. Buktinya ada beberapa foto yang menunjukkan kedekatan itu. Hal-hal yang dianggap sebagai fasilitas tidak ada di sana. Budaya orang Papua sangat berbeda dengan budaya Romo-romo, yang berkarya di situ. Tetapi mereka betah hidup di sana, bukan karena ada kewajiban, tetapi karena mereka ingin menghadirkan Kristus di sana. Mereka yang sudah berkarya di Papua sulit dipindah ke tempat lain. Mereka senang di sana dan merasa bisa memberikan sesuatu kepada umat. Maka umat juga heran, karena ada orang-orang yang ingin hidup bersama dengan mereka. Apa yang mendorong mereka?
Motivasi mereka adalah motivasi para Rasul dan Paulus. Tidak mengherankan, bahwa Seminari di Palembang diberi nama Seminari Santo Paulus. Sekali Paulus bertemu dengan Yesus dalam perjalanannya ke Damaskus ia berubah. Seorang penganiaya umat Kristus menjadi seorang saksi Kristus. Jadi hubungan Paulus dengan Kristus pasti dekat sekali dan ia menghayati dalam doa dan dalam karya. Dengan demikian ia menjadi teladan bagi para penerusnya: hubungan akrab dengan Kristus ingin diwartakan kepada orang lain. Menurut Santo Benediktus "Doa dan Karya" penting, asal saja karya itu tumbuh dari hubungan intim dengan Kristus.
Selama 46 tahun saya berkarya di Indonesia. Tetapi dalam waktu dekat saya akan kembali ke negara asal saya. Yang menyenangkan saya adalah, bahwa karya yang pernah dimulai oleh pendahulu-pendahulu kita sekarang diteruskan. Gereja sudah menjadi dewasa dan Propinsi SCJ menjadi dewasa. Apakah tugas saya sudah selesai? Pasti tidak. Tetapi saya kembali ke negeri asal saya dalam keyakinan, bahwa karya Kristus akan diteruskan. Dan saya sendiri yang belum terlalu tua masih bisa membantu di Nederland.
Dulu Gereja Nederland berani mengutus misionaris ke luar negeri, sekarang Gereja Indonesia berani mengutus misonaris ke Nederland. Dan saya mengharapkan, bahwa saya akan menemukan kebahagiaan, yang saya temukan di Indonesia. Vivat Cor Iesu!
G. Zwaard SCJ
Purna karya tinggal di Biara Skolastikat SCJ Yogyakarta.
0 Comment:
Post a Comment