DEHONIAN

SACRED, INTELLIGENCE AND APOSTOLATE

Syukurlah dia kehabisan stok...

"Jangan sekali-kali anda mengganggunya. Mendekat pun jangan. Saya tidak menjamin kebahagiaan anda di dekatnya, selama stok masih tersedia."

Biasanya, sie ikan di Novisiat SCJ Gisting, memberi makan lele-lelenya secara teratur pada pagi hari sekitar pukul 07.00 dan malam hari sesudah doa malam, sekitar pukul 10.30. Sayapun menunaikan jadwal itu dengan baik. Malam itu, malam minggu. Saya bersama dengan ketiga teman saya berdiri di samping kolam ikan. Makanan ikan pun kami tabur ke air. Seketika lele-lele lapar itu menyambar pakan ikan yang mengapung di air. Bersamaan dengan suara berisik ikan di air, anjing-anjing menggonggong berlarian di kebun menuju semak-semak. 

“Ah, mungkin tikus” ujarku dalam hati.

 Tanpa kami hiraukan gonggongan anjing-anjing tersebut, kami bertiga masih asik memberi makan sambil mengobrol. Kami baru sadar kalau anjing tersebut mengejar sesuatu yang lebih besar, dari yang kukira sebelumnya.

“Wah, Anjingnya ngejar apa itu? Besar sekali.” Kata Lilik sambil menunjuk ke arah semak.

“ Anjingnya ngejar apa, Lik?” tanyaku.

“Whala, apa itu?” Tugi menimpali.

“Ayo lihat, bawa kayu, bawa kayu” kataku sembari mencari kayu untuk memukul. Siapa tahu, tiba-tiba binatang itu menyerang kami.

Meski redup, cahaya lampu di ujung garasi masih sampai di semak tempat anjing-anjing tersebut menggonggong. Tanpa komando, kami membentuk lingkaran, dengan maksud mengepung binatang yang dikejar anjing tersebut. Bentuk binatangnya tidak cukup jelas, karena tertutup dedaunan. Tiba-tiba binatang itu bergerak

“Wah, tangkap, tangkap!” Seru Lilik

“Enak aja, giimana nangkapnya, ntar kalo nggigit gimana?” tolak Kris.

“Ambil jaring ikan” kata Tugi.

Aku bergegas mengambil jaring ikan yang ada di gudang, lalu segera berlari dan menyerahkan jaring itu kepada Lilik

“Wah, jangan saya yang tangkap, ntar kalo aku digigit gimana?” Lilik menolak

“Lah, kamu tadi yang suruh nangkap.” Kataku, yang juga takut.

“Sudah, tangkap saja, buruan, sebelum lari.” Kata Tugi memandangku

Ketiga temanku masing-masing membawa kayu. Hanya aku yang membawa jaring. Yah, mau tidak mau, perlahan maju dengan agak takut, aku membuka lebar-lebar jaringku, siap-siap menangkap. Dengan suara lirih aku memberi kode kepada mereka, dalam hitungan

“Satu, dua.. happ.” Nah, binatang itu tak bergerak masuk ke dalam jaringku.

“Ambil karung, cepat ambil karung!” seruku kepada mereka sembari memegangi ekor binatang 
berwarna gelap itu. Kurasakan bulu-bulunya yang kasar di telapak tanganku. Binatang tersebut cukup besar, kira-kira dua kali ukuran kucing dewasa.

“Wah, besar juga.” Ujar Kris.

“Iya, besar.” Lilik mengiyakan

“Ini karungnya. Binatang apa itu?” kata Tugi sembari membuka mulut karung lebar-lebar.

“Aku nggak binatang apa ini. Mungkin bisa dimakan” kataku.

Dalam sekejap, kami memasukkan binatang itu ke dalam karung lalu membawa ke tempat yang lebih terang. Mulut karung dibuka, kini kelihatan dengan jelas. Warnanya hitam bertabur putih pada bulu-bulu tubuhnya.

“Waaah, kita menangkap babi” kata Kris.

“Ngawur, itu bukan babi” kataku membantah. Sebab aku tahu betul seperti apa babi. Kebetulan sejak aku kecil orangtuaku memelihara babi di belakang rumah, maka aku tahu bahwa itu bukan babi. Tapi apa?

“Ini landak, ini.” Kata tugi, dengan yakinnya.

“Bukan, ini bukan landak. Kalau landak bulunya tajam-tajam.” Bantah Kris.

“Ini pasti musang, yakin aku, ini pasti musang.” Kata Lilik meyakinkan kami.

“Ah, masa ini musang?” tanya tugi tidak yakin dengan terkaan Lilik.

Aku sendiri tidak tahu, binatang apa ini. Bulu-bulunya memang agak kasar seperti landak, walau aku sendiri belum pernah ketemu landak. Moncongnya juga agak panjang seperti musang. Kakinya pendek, kukunya cukup tajam.

“Aku yakin ini musang karena dari tadi aku mencium bau wangi sekali, seperti pandan” kata Lilik meyakinkan kami. 

Tugi dan Kris sendiri tampaknya belum yakin kalau ini musang. Cukup panjang kami memperdebatkan biantang apa ini. Baru pertama kali ini kami melihat binatang seperti ini. Binatang yang aneh. Akhirnya kami sepakat untuk mengurung binatang ini di kandang ayam, supaya besok pagi bisa kami lihat-lihat lagi, mungkin mendapat kepastian dari teman-teman lain, binatang apa ini.
Dalam perjalanan pulang ke kamar masing-masing, kami masih bertanya-tanya binatang apa itu. Babi? Jelas bukan. Landak? Sepertinya juga bukan. Mungkinkah itu musang, seperti yang dikatakan Lilik? Bisa jadi, karena dia mencium bau wangi pandan. Akhirnya, walau tidak sepenuhnya sepakat, kami masuk kamar masing-masing, dengan harapan bahwa itu musang yang baunya wangi.
Keesokan harinya, pada saat sarapan pagi, kisah kami bertiga menangkap ‘musang berbau wangi’ menjadi perbincangan di meja makan. Seakan penuh rasa penasaran, Romo Maryo, Magister kami kala itu, usai sarapan pagi menengok ke kandang dan memastikan. Kami pun ikut serta di belakangnya.

“Dimana musangnya?” tanya Romo Magister

“Di sana romo.” Kataku sembari menunjuk ujung kandang ayam.

Romo Magister mengamati sejenak. Kulihat dengan saksama ia melihat gerak-gerik binatang tersebut, tiba-tiba ia mundur

“Hahaha...Musang? Musang kentut!.” Kata Romo Magister penuh tawa sambil bergerak mundur seolah takut dengan hwan itu. Kamipun heran. 

“Lha, ini binatang apa romo?” tanya Tugi penasaran.

“Itu tu, Senggung.” Jawabnya menahan tawa.

“Huahahahaha...” kami pun tertawa lepas.

Tahukah anda, di daerah Gisting, di Novisiat kami, acapkali kami mencium bau yang sangat tidak bersahabat dengan hidung. Orang-orang sekitar menyebutnya dengan Senggung. Senggung adalah raja kentut. Dalam keadaan terdesak, atau terancam, binatang ini akan mengeluarkan gas busuk dari anusnya. Dan, bila anda sampai dikentutin senggung, bisa dijamin, anda mandi sehari semalam dengan bunga tujuh rupa sekalipun, bau kentutnya tidak akan hilang dari tubuh anda.
Patah sudah keyakinan Lilik. Tadi malam ia menyebutnya musang. Malahan ia yakin mencium bau wangi pandan dari tubuh si raja kentut.  Tapi, bisa jadi si senggung telah kehabisan stock kentut dari perutnya, setelah dikejar-kejar anjing. Syukurlah, kentutnya sudah habis. Eit’s! Jangan sekali-kali anda mendekati binatang ini, bila anda tidak yakin persediaan kentutnya masih atau sudah habis. Apalagi anda tidak yakin, kentutnya bakal busuk atau wangi seperti pandan!




Share on Google Plus

About Heinscj

0 Comment:

Post a Comment