Salah seorang murid kelas lima SD, pernah bertanya padaku dalam suatu kesempatan
istirahat; “Frater, dukung mana di Euro?, kalau aku dukung Spanyol, karena
tujuh pemain Barcelona
bermain di timnas Spanyol.” Seorang murid lain meyela tak ingin kalah “Kalau aku
Jerman, karena menurutku Jerman tim paling tangguh. Aku gak lagi menjagoka
Spanyol, karena sudah kerap kali juara!” Dengan ringan aku pun menjawab “Frater
dukung Spanyol, karena frater suka tiki-takanya”. “Huuuuu” sorak pendukung Jerman dan teman-temannya menggerutu.
Setiap orang berhak memilih tim mana yang dia suka dan sosok yang mereka
kagumi dalam suatu tim sepakbola. Seandainya Tuhan hidup di zaman sekarang pun
pasti dia juga akan memilih tim kesukaannya dan tak ingin orang lain
menyepelekan tim kesayanganNya itu.
Dalam permainan sepak bola, ketika tim kesayangan kita memenangkan suatu
pertandingan, kita akan merasa sangat senang. Namun apabila tim yang kita
jagokan kalah, kita dapat memilih tim lain yang jauh lebih baik. Di dunia ini
pun demikian, banyak pilihan di sekitar kita. Namun setiap pilihan menuntut
pertanggungjawaban dalam menghidupi pilihan itu. Bergembira bersama sukanya,
namun juga siap menerima resikonya. Kita bisa saja mengganti pilihan mendasar
atas iman kita. Namun itu bukan jalan terbaik.Iman Kristiani menuntut seseorang
dengan sadar mempertanggungjawabkan iman dan kesetiaan kita kepada Allah.
Abraham dapat saja mangkir dari janji Allah yang tak kunjung terbukti.
Daud bisa saja meninggalkan pilihan perjanjian dengan Allah, dan para nabi pun
dengan mudah dapat menanggalkan tugas yang dipercayakan kepada mereka. Dan
Yesus pun dapat dengan bebas memilih kemuliaan tanpa salib atau malah Salib
hina itu menjadi pilihan hidupnya. Satu cinta yang Dia percaya, satu cinta
untuk Dunia. Dalam cinta Allah segalanya menjadi nyata. Bahkan PuteraNya pun
turun ke dunia mengambil kayu palang itu sebagai pilihanNya. Sedangkan kita?
kita pun dipanggil untuk setia pada cinta Allah yang Maha setia mencintai dunia
yang dari ke hari banyak orang meninggalkan Dia. Adakah pilihan itu masih kita
hidupi sampai kini? Ataukah kita akan lari?
0 Comment:
Post a Comment