MAHKOTA PENGAMPUNAN
Seringkali kita jumpai bahwa banyak orang enggan datang ke Gereja lagi karena malu, merasa tidak pantas, juga merasa tidak layak di hadapanNya. Namun, di mata Allah kita sangat dicintaiNya. Kita sangat berharga di mataNya.
Dunia kita saat ini masih diliputi rasa benci, perselisihan, permusuhan, keirihatian, kecemburuan, amarah, egoisme dan cinta diri. Karena itu semua, kita terpecah-pecah. Bukan hanya karena secuil kisah dirobohkannya Gereja di Singkil, bukan pula kicau tentang badai matahari yang akan melanda bumi 2022 yang akan datang. Tidak juga kisah tukang ojek yang tewas terkapar bersimbah darah didor anggota TNI. Rasanya telinga kita belum berhenti berdenging ketika mendengar isak keluarga Angeline yang ditemukan terbujur kaku sembari memeluk boneka namun bertimbun kotoran ayam. Bahkan, kebaikan pun seringkali masih ditafsirkan secara picik dan dipandang sebelah mata. Kunjungan mesra Presiden Joko Widodo berdiskusi dengan suku anak dalam pun dicerca karena diduga foto rekayasa. Diantara ribuan kisah tragis, menyesakkan itu, terselip juga untaian cerita diantara kita sendiri. Kita tidak perlu menafikkan, bahwa selama ini seringkali begitu sulit bagi kita untuk mengampuni orang lain. Ada banyak keluarga kita yang mengalami kesulitan untuk saling mengampuni satu dengan yang lain.
Kita merindu sebuah dunia yang beralaskan cinta, bertabur damai, saling menerima, dan berbunga sukacita. Kita merindukan saat-saat indah dimana dunia lepas dari penderitaan, dan keangkuhan. Saat itu akan hadir, bilamana setiap dari kita berani menghilangkan keakuan, keegoisan diri serta senantiasa mengarahkan diri kepada Allah. Allah mengerti kedalaman diri kita, Ia mencintai kita dengan segala kelemahan diri kita. Namun Ia juga mengharapkan agar kita kembali mencintai Dia dengan segenap hati dan akal budi kita. Allah selalu terbuka kepada kita, kendati kita berdosa dan merasa tidak di hadapanNya. Ia telah membuka pintu pengampunan lebar-lebar untuk kita, agar kita mau datang kepadaNya.
Pengampunan yang dijanjikan Allah itu bak nafas dalam tubuh kita. Tanpa nafas dalam tubuh kita, kita akan mati. Tanpa pengampunan Allah pula sia-sialah hidup kita. Sebaliknya, jika kita menyerahkan diri kepada Allah maka harapan hidup dan kegembiran menanti di depan mata kita. Seperti kita yang tidak pernah lelah bernafas, Allah pun tidak pernah berhenti untuk mengampuni kita.
Seringkali kita jumpai bahwa banyak orang enggan datang ke Gereja lagi karena malu, merasa tidak pantas, juga merasa tidak layak di hadapanNya. Namun, di mata Allah kita sangat dicintaiNya. Kita sangat berharga di mataNya. Pemazmur bahkan melukiskan betapa berharganya kita dihadapan Allah seperti Ia menjaga biji mata Nya. Ia justru akan sangat bersukacita, apabila kita dengan hati yang terbuka senantiasa mendekatkan diri denganNya.
Allah sangat bersukacita, bila kita dengan tulus terbuka menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, mengandalkan Rahmat serta tuntunanNya dalam hidup kita. Dan pengampunan adalah bentuk nyata dari cinta Allah. Kita manusia adalah makhluk kecil yang mungkin bukanlah siapa-siapa di hadapan Allah. Tetapi kita dapat membuat sebuah massa yang tak terbatas, yaitu cintaNya kepada kita manusia. Ia mencintai kita dengan cinta yang tak terbatas. Ia bahkan sangat mencintai para sahabat yang memusuhi dan membenciNya, dan Ia selalu menawarkan pengampunan yang tak terbatas, bagi kita yang dicintaiNya. Pun pula dalam hidup berkeluarga. Cinta ibarat tangkai bunga yang menopang keluarga kita, dan pengampunan adalah mahkotanya.
Pengampunan dari Allah tak ubahnya seperti atmosfer
Ia yang melindungi semua makhluk di bumi.
Ia meredam sebuah energi besar dan
Ia menjadi sumber dari segala kehidupan.
0 Comment:
Post a Comment