Aku teringat sepenggal pengalaman bersama dengan kakeku pada saat aku
liburan. Pagi itu, kakekku sedang sibuk memberi makan bebek-bebeknya di kandang
belakang rumah. Ia sedikit kaget, sebab di sampingnya berdiri seseorang yang
tidak ia kenal. Tanpa basa-basi, kakeku menanyakan siapa dia dan mau ada urusan
apa. Orang asing itu menjawab bahwa dia datang untuk meminta sumbangan dan
kalau diperkenankan ingin meminta segelas air minum. Tamu itu kemudian
dipersilakan masuk dan kepadanya diberi satu teko air putih ditambah satu gelas
teh hangat. Orang asing itu menyodorkan sehelai proposal dan tanda tangan dari
pak camat sebagai bukti sahnya tugas yang dia emban. Dia pun bercerita panjang
lebar mengenai kesulitan-kesulitan dalam mengurus panti asuhan yang dikelola
oleh instansi P.
Ceritanya seperti dibuat-buat agar terkesan mengharukan. Dan memang
kakeku, karena dia juga orang yang polos, sepertinya percaya juga kepada orang
asing itu. Hampir satu jam, tidak terasa, percakapan mereka berlangsung. Akhirnya,
kakekku dengan rasa iba, menyodorkan satu lembar uang lima puluh ribu kepada orang asing itu,
sembari berharap orang asing itu segera pergi. Sebab kakekku harus melanjutkan
memberi makan bebek-bebeknya. Namun orang asing itu, meminta waktu sebentar, barang
sepuluh sampai lima
belas menit untuk beristirahat sejenak. Tanpa pikir panjang dan dengan
pandangan positif, kakekku mempersilakan orang itu sekedar membaringkan dirinya
pada sebuah tikar yang digelar di ruang tamu. Kakekku pun meninggalkannya dan bergegas
menuju kandang bebek, dan memberi makan bebek-bebeknya.
Seusai memberi makan bebek-bebeknya, dia kembali menjumpai tamunya itu. Namun
dia tak menjumpai tamunya itu di ruang tamu. Dia berkeliling rumah mencari
tamunya itu, tapi tetap saja tak dijumpainya. Dia pikir tamunya itu sudah pergi
tanpa memberi tahu. Ketika kakekku masuk rumah dia heran, karena Hp yang ada di
guci kaca tidak ada lagi, dan beberapa perabot serta satu buah DVD player di
bawah meja tv raib. Dia baru sadar kalau tamunya itu adalah seorang pencuri.
Ketika terlintas pengalaman kakekku dan tamunya itu, aku jadi teringat akan
sikap orang-orang tertentu yang menghadiri perayaan ekaristi. Seringkali banyak
dijumpai, sebagai tamu-tamu Allah, ada yang asal nyelonong pulang tanpa pamit setelah sambut komuni suci.
Kecenderungan yang banyak terjadi dan membudaya setelah menerima hosti,
beberapa ada yang langsung nyelonong pulang, dengan dalih ada urusan, atau biar tidak terjebak
macet di blok parkiran. Pulang tanpa dipersilakan, pulang tanpa berkat penutup
dan perutusan. Bagaiman dengan kita?
0 Comment:
Post a Comment